EKSPRESI TINDAK TUTUR DALAM UPACARA CHANOYU DENGAN KONZEP ZEN

Penulis

  • Susanti Aror Universitas Negeri Manado
  • Marly Masoko Universitas Negeri Manado
  • Indria Mawitjere Universitas Negeri Manado

Kata Kunci:

chanoyu, kesantunan, berbahasa,zen

Abstrak

Jepang memiliki banyak kebudayaan, seperti upacara-upacara keagamaan maupun upacara-upacara tradisional. Upacara minum teh atau   chanoyu adalah salah satunya yang cukup terkenal dan masih ada hingga saat ini sejak abad ke-16 Teh mulai diperkenalkan ke negara Jepang sekitar abad ke-16 oleh biksu Zen. Sen no Rikyu, salah seorang master upacara ini selalu menggunakan empat prinsip dasar dalam chanoyu, yakni keharmonisan (wa), penghormatan (kei), kemurnian (sei) dan ketenangan (jaku). Metode penelitian rnenggunakan metode kepustakaan dan deskriptif analisis, yaitu mendeskripsikan data yang diperoleh kemudian menganalisisnya. Tujuan utama penelitian ini adalah memperoleh makna yang mendalam   tentang   konsep Zen dalam upacara Chanoyu dan Ekspresi kesantunan tindak tutur dalam upacara Chanoyu. Hasil Penelitian ini adalah dalam upacara Chanoyu ditemukan bahwa  setiap rangkaian upacara minum teh atau chanoyu terdapat unsur Zen yaitu unsur wa- kei-sei-jaku dan konsep wabi sabi. Konsep ini tercermin dari ekspresi kesantunan berbahasa yang diawali dengan persiapan, pelaksanaan dan penutup.  Enam macam maksim kesantunan sesuai teori Leech.  Yaitu 1.Maksim kearifan yaitu di dalam bertutur orang Jepang berpegang teguh pada maksim iniuntuk dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang  kurang  santun terhadap  mitra tutur.  2.Maksim  Kedermawanan  yaitu,  orang  Jepang dalam  berucap  dan  berbuat  dalam  upacara  Chanoyu  selalu  menghormati  orang  lain.  3. Maksim Pujian / penghargaan yaitu para perserta pertuturan dalam upacara Chanoyu tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain karena akan dianggap sebagai orang yang tidak sopan. 4.Maksim Kerendahan Hati / Kesederhanaan dalam Chanoyu mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara Chanoyu dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara Chanoyu. 5. Maksim Kesepakatan /mufakat, yaitu para pererta tutur  dalam  upacara  Chanoyu  dapat  saling  membina  kecocokan  atau  kemufakatan,dan bersikap santun. 6. Maksim Simpati, yaitu para peserta tutur dalam upacara Chanoyu dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.

 

Referensi

Chaer, A. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Jacob L. Mey,2001.Pragmatics: An Introduction, Oxford: Blackweell

John Lyons, 1977.Semantics Vol. 2 (Cambridge: Cambridge University Press)

John Lyons, 1995 Linguistic Semantics: An Introduction (Cambridge University Press,

Kasper, G. 1988.“Politeness”, Concise Encyclopedia of Pragmatics, ed. Jacob L. Mey (Oxford: Elsevier Science),

Shoshitsu, Sen XV. 1988. Chanoyu: The Urasenke Tradition of Tea. Tokyo: The Weather hill, Inc.

Shoshitsu XV, Sen. 1997. Tea Life Tea Mind. Tokyo: John Weather hill, lnc. Suzuki, D. T. 1991. Zen and Japanese Culture. Tokyo: Charles.E.Tuttle. Company Pamungkas, S. (2012). Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Andi Offset.

Tanaka, Sen’o. 1998. The Tea Ceremony. Japan: Kodansha International and Dai Nihon Chado Gakkai

Leech, Geoffrey, 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik, terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta: Universitas Indonesia.

Lyons, John Semantics Vol.2. Cambridge: Cambridge University Press, 1977

Lyons, John 1995. Linguistic Semantics: An Introduction. Cambridge University Press

Lensun,Sherly, 2017 Tinjauan Budaya Masyarakat Jepang Dalam Ajaran Konfusianisme http://ejournal.unima.ac.id/index.php/basastra/issue/view/25

Unduhan

Diterbitkan

2021-04-05